Oleh: Muhammad Fikri, S.Ak
Pergaulan bebas adalah salah satu penyebab maraknya terjadi aborsi saat ini. Bagaimana tidak, Indonesia negeri yang mayoritas penduduknya muslim menjadi pelaku aborsi dengan jumlah yang cukup signifikan. Berdasarkan perkiraan dari BKKBN, ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Berarti ada 2.000.000 nyawa yang dibunuh setiap tahunnya secara keji tanpa diketahui (aborsi). (www.indokini.com).
Sekalipun tindak aborsi dipandang sebagai tindakan amoral dan keji nyatanya perbuatan tersebut tetap saja dilakukan oleh sepasang kekasih berinisial DKZ ( 23 tahun) dan RR ( 28 tahun) ditangkap polisi karena melakukan aborsi di Pengaduan Kalideres. DKZ diketahui telah mengandung delapan bulan “Tersangka DKZ sudah hamil sejak bulan Januari. Akirnya sepakat dengan kekasihnya untuk menggugurkan kandungannya”Ujar Kapolsek Kalideres Kapol Abdul Jana saat di wawancarai pada ( 30-8-2024 ) Jana menjelaskan bahwa DKZ dan RR tinggal bersama disebuah rumah kos di Pegadungan, keduanya menjalin hubungan gelap, karena RR sudah memiliki istri.Tindakan aborsi juga di lakukan oleh masiswi berinisial MS ( 22 tahun ) di Kota Palangkaraya tersangka MS diduga melakukan aborsi karena tidak ingin kehamilannya di ketahui siapapun. (Kompas com, 30-8-2024). Hal ini terjadi buntut dari tidak patuhnya atas peringatan yang Allah turunkan. Allah SWT berfirman :
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلً
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32).
Fakta saat ini pemerintah abai terhadap permasalahan ini, tampak dari penerapan regulasi yang kontraproduktif untuk mengurangi pergaulan bebas. Terbitnya kebijakan pemberian alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja, sebagaimana tertuang dalam PP 28/ 2024 juga terkait pelaksanaan UU Kesehatan ( UU 17/2023 ). Inilah sejumlah kebijakan yang “konon” menjadi upaya pencegahan aborsi. Diantara aturan tersebut ada pasal yang membolehkan aborsi. Disini disebutkan,”setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang – undang hukum pidana,” dikutip dari pasal 116. (tirto,id, 30-7-2024)
Kebolehan aborsi dianggap solusi untuk korban pemerkosaan. Padahal aborsi menambah beban korban, dan beresiko. Bisa jadi setelah aborsi korban akan menderita efek sampingnya. Juga beban mental yang dideritanya, yang tidak bisa disembuhkan semudah gejala flu, cukup diobati dengan minum obat warungan saja. Sebagian korban mengalami trauma kejiwaan seumur hidup. Jika setelah aborsi terjadi kelainan pada organ reproduksi, ditambah trauma kejiwaan maka ini bukan solusi bahkan masalah baru. Tapi, ada yang justru jadi ketagihan dan melakukan tindakan asusila berkelanjutan, setelah menjadi korban perkosaan. Hal Ini sering terjadi tanpa kita sadari.
Inilah masalah yang tak disadari oleh sebagian besar masyarakat betapa buruknya pola kehidupan tanpa mematuhi ajaran islam yang berakibat pada kekacauan garis keturunan, sekaligus membunuh nyawa yang tak berdosa. Maka tak heran masyarakat mudah melakukan kemaksiatan dan kejahatan karena konsekuensi pun tidak membuat jera bahkan membela pelaku. Hal semacam ini tentu mmerendahkan para wanita sehingga hilang sudah kemuliaan yang telah diperjuangkan oleh Rasulullah dahulu. Islam telah mengangkat derajat kaum wanita ketempat yang paling baik dan mulia, dan menjaga wanita agar tetap bisa menjalankan perannya dengan baik dengan kemuliaan yang sama dengan gelar terhormat menjadi seoang ibu. Namun kini seolah menjadi ibu adalah aib bagi generasi sehingga mereka tidak siap menikah dan memilih hidup bebas. Islam menghormati dan menjaga nyawa, sejak masih dalam kandungan. Bahkan menjadikan penjagaan atas nyawa adalah salah satu maqashid Syariah yang ditetapkan Islam. Allah SWT berfirman :
اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا ١٩
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa. Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya.”
Namun dengan sistem sekarang masyarakat malah menjadi sumber penyebarluasan kerusakan. Negara bisa melegalisasi kemaksiatan. Sistem sekuler kapitalisme gagal mewujudkan kehidupan yang menjamin perlindungan bagi perempuan.Sejarah telah membuktikan hanya khilafah yang mampu memberikan perlindungan hakiki kepada perempuan. Dalam kondisi genting sekalipun.
Aborsi adalah pengguguran kandungan, jadi harus memperhatikan hukum Islam. Membunuh janin diharamkan, kecuali pada kondisi khusus yang diperbolehkan hukum syara yakni ketika kehamilan itu membahayakan nyawa ibunya. Banyaknya kasus pemerkosaan di negeri ini menunjukkan negara tidak mampu memberi jaminan keamanan bagi perempuan. Meski Undang – Undang TPKS diberlakukan, perlindungan dari kekerasan seksual tidak terwujud. Sebaliknya kasus ini makin marak. Maka harus ada tindakan pencegahan yang menjamin keamanannya. Namun solusi masalah kekerasan seksual bagi perempuan pada sistem kapitalisme selalu gagal. Sebab sistem inilah sumber masalah di negeri ini.
Ada beberapa mekanisme sesuai tuntunan syariat yang wajib dilakukan oleh negara dalam hal ini.
- Pertama, negara wajib menerapkan sistem pendidikan Islam, yang meniscayakan terbentuknya kepribadian Islam yang menuntun individu berperilaku sesuai tuntunan Islam hingga mencegah terjadinya pemerkosaan.
- Kedua, Islam menerapkan sistem pergaulan yang mengatur interaksi laki-laki dan perempuan baik ranah sosial maupun private. Islam mengharuskan menutup aurat. Melarang hal yang merangsang sensualitas. Rangsangan dari luar memicu naluri seksual. Juga membatasi interaksi laki – laki dan perempuan kecuali dalam aktivitas yang ada hajat akan interaksi tersebut. Seperti pendidikan, kegiatan ekonomi di pasar, dan layanan kesehatan di rumah sakit atau klinik.
- Ketiga, Islam memiliki sistem kontrol sosial berupa perintah amar makruf nahi mungkar, saling menasehati dalam kebaikan dan ketakwaan.
- Keempat, sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Islam menerapkan sanksi bagi pelaku pemerkosaan berupa had zina yaitu dirajam atau dilempari batu hingga mati jika pelakunya muhshan(menikah), dijilid ( dicambuk 100 kali) dan diasingkan selama setahun jika pelakunya ghairu muhshan ( tidak menikah).
Hukum Islam dilakukan sebagai penebus dosa pelaku kemaksiatan di akhirat (jawabir), dan sebagai pencegah (zawaiir) agar orang lain tidak melakukan kemaksiatan serupa (efek jera).
Oleh karenanya hanya islam dan seperangkat aturannya lah yang mampu menerapkan sistem uqubat (sistem sanksi). Dengan adanya aturan Islam, kasus kejahatan apapun terkhusus pelecehan terhadap perempuan bisa dihentikan sampai ke akarnya. Kehormatan perempuan akan terjamin didalam Islam, jadi solusi terhadap nasib perempuan hanyalah dengan penerapan Islam dalam segala aspek kehidupan. Wallahu A’lam Bishawab
Dibaca 18x