Pertanyaan ini muncul karena adanya ambiguitas dalam memahami pendidikan itu sendiri. Dalam Islam, pendidikan tidak difahami sebagai sebuah “lembaga” semata terlebih adanya perbedaan istilah formal, non formal ataupun informal. Sering kita keliru ketika disodorkan curiculum vittae terkait pendidikan, yang ditulis hanyalah nama sekolah dari TK sampai perguruan tinggi. Padahal jika kita memahami makna pendidikan, tidak cukup kolom untuk menuliskannya, karena pendidikan sudah kita terima sejak usia nol tahun baik di rumah, lingkungan, mesjid, majlis taklim, televisi, sekolah, dan sebagainya. Jebakan faham “sekolahisme” ini akhirnya membuat makna pendidikan terbatas hanya yang bersifat kelembagaan, seolah mereka yang tidak sekolah dianggap tidak berpendidikan. Faham ini sangat keliru, sebab di masa Nabi Muhammad saw tidak ada sekolah, apakah kemudian para sahabat Nabi kita katakan tidak terdidik? jelas salah. Buya Hamka hanya sekolah sampai SD, apakah kita mengatakan Buya Hamka tidak berpendidikan? inilah kesalahan dalam memahami pendidikan. Jika paham ini yang berkembang, maka sebaiknya Kementerian Pendidikan diganti saja namanya menjadi Kementerian Persekolahan, berani??
Dibaca 9x
Tinggalkan Komentar